Maret 12, 2025

JAYAPURA (SWpapua.com) – Koalisi Advokasi Keadilan dan Keselamatan Jurnalis di Tanah Papua, terdiri dari jurnalis dan pembela Hak Asasi Manusia, menemui Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR Papua di Kota Jayapura, Provinsi Papua pada Kamis (6/3/2025). Koalisi meminta Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR Papua mendorong kepolisian mengungkap kasus pelemparan bom molotov ke Kantor Redaksi Jubi.

Hal itu disampaikan kuasa hukum Koalisi Advokasi Keadilan dan Keselamatan Jurnalistik di Tanah Papua, Gustaf Kawer. “Kita harapkan DPR Papua bersama-sama mendorong supaya polisi mengungkap kasus ini,” kata Kawer.

Tim bertemu dengan Komisi I Bidang Pemerintahan, Hukum dan HAM DPRP Papua yaitu Tan Wie Long (ketua), Orgenes Kawai (wakil ketua), Adam Arisoy, Benhur Yudha Wally, dan Jhonny Suebu. Hadir juga dalam pertemuan itu Wakil Ketua III, DPR Papua, H Supriyadi Laling. Pertemuan itu berlangsung sekitar pukul 11.00 WIT hingga pukul 13.57 WIT.

Pertemuan dimulai dengan tim koalisi memutarkan video berdurasi 10 menit. Video itu menjelaskan kronologi kasus dan upaya yang telah dilakukan koalisi mendorong pengungkapan kasus bom molotov di Kantor Redaksi Jubi.

Pelemparan bom molotov ke Kantor Redaksi Jubi di Kota Jayapura terjadi pada 16 Oktober 2024. Sekitar pukul 03.15 WP, dua pelaku melakukan pelemparan molotov ke halaman Kantor Redaksi Jubi di Jalan SPG Taruna Waena. Sejumlah dua mobil operasional Jubi rusak karena terbakar, menyebabkan kerugian sekitar Rp300 juta.

Di lokasi, polisi menemukan serpihan pecahan botol kaca yang diduga bom molotov dan bekas keset kain perca yang diduga dijadikan sumbu. Pelemparan molotov itu dilaporkan kepada Polda Papua dengan nomor laporan polisi: LP/B/128/X/2024/SPKT/Polda Papua. Laporan itu tercatat sebagai kasus tindak pidana dengan sengaja menimbulkan kebakaran sebagaimana dimaksud Pasal 180 jo Pasal 55 KUHP.

Pada 22 Januari 2025, Penyidik Polda Papua melimpahkan berkas perkara kasus pelemparan bom molotov di Kantor Redaksi Jubi ke Polisi Militer atau Pomdam XVII/Cenderawasih. Pelimpahan berkas perkara itu tertuang dalam SP2HP Nomor: B/25/1/RES.1.13./2025/Ditreskrimum tertanggal 23 Januari 2025. Pada 18 Februari 2025, Komando Daerah Militer atau Kodam XVII/Cenderawasih melimpahkan kembali kasus bom molotov Jubi ke Polda Papua. Alasannya belum ditemukan bukti keterlibatan anggota TNI dalam kasus pelemparan bom molotov Jubi.

Di hadapan DPR Papua, Kawer mengatakan pihak Kodam XVII/Cenderawasih maupun Polda Papua sangat tidak serius menangani kasus molotov Jubi. Menurut Kawer saling melimpahkan kasus itu menunjukan pihak Kodam XVII/Cenderawasih dan Polda Papua saling melempar tanggung jawab untuk menangani kasus molotov Jubi tersebut.

“Mereka [saling] lempar tanggung jawab. [Polda Papua maupun Kodam XVII/Cenderawasih] anggap remeh kasus ini, padahal kasus ini serius,” ujarnya.

Kawer mengatakan kasus pelemparan bom molotov telah memiliki bukti permulaan yang cukup untuk mengumumkan tersangkanya. Kawer mengatakan bahkan ada saksi kunci yang bisa mengidentifikasi nama, pangkat dan kesatuan terduga pelaku pelemparan bom molotov tersebut.

“Bukti permulaan sudah cukup. bukti rekaman CCTV, hasil pemeriksaan sampel molotov dan keterangan saksi. Dalam perkara itu 9 saksi sudah diperiksa. Yang tahu betul ada 2 saksi. Saksi kunci tahu betul dia pelaku, disebutkan jelas namanya dan institusi. Satu saksi mengikuti sampai pelaku masuk ke perumahan Denintel,” katanya.

Kawer mengatakan tidak ada alasan bagi pihak kepolisian untuk tidak menetapkan tersangkanya. Menurut Kawer yang dibutuhkan hanya keseriusan Polda Papua untuk mengumumkan pelaku pelemparan bom molotov tersebut.

Kata Kawer akan menjadi preseden buruk bagi pihak Polda Papua jika tidak dapat menuntaskan kasus teror bom molotov Jubi. Kawer sangat berharap DPR Papua dapat mendorong pihak kepolisian untuk mengumumkan pelaku kasus teror bom molotov Jubi tersebut.

“Kejadian di kota. Tidak jauh dari Markas Polisi. Bukan di hutan rimba. Ini tidak diungkap, kejadian bisa terulang [dan] jadi preseden buruk. Mari kita dorong, supaya polisi mengungkap kasus ini. Supaya peristiwa serupa tidak terjadi [lagi],” ujarnya.
Semakin tidak jelas

Ketua Aliansi Independen atau AJI Jayapura, Lucky Ireeuw mengatakan pengungkapan kasus teror bom molotov di Kantor Redaksi Jubi semakin tidak jelas. Ireeuw mengatakan tim koalisi telah melakukan segala upaya mendorong pengungkapan kasus molotov Jubi tersebut.

“Kami sudah kemana-mana. Kami melakukan aksi, dan sebagainya. Institusi-institusi yang kelihatan ping-pong kasusnya dari Polda ke Kodam XVII/Cenderawasih, dari Kodam ke Polda Papua, tidak jelas,” kata Ireeuw di hadapan DPR Papua.
Menurut Ireeuw teror bom molotov merupakan pertama kali terjadi terhadap jurnalis di Indonesia dan secara khusus di Tanah Papua. Dan kasus ini tentu secara psikologis mengganggu kerja-kerja jurnalis di Tanah Papua, lanjutnya.

“Pelemparan bom molotov kasus pertama kali terjadi yang terjadi terhadap jurnalis. Orang yang berjalan seperti teroris melempar bom molotov ke kantor redaksi. Dan secara psikologis mengganggu kerja jurnalis di Tanah Papua. Daya kritis jurnalis itu akan hilang, karena jurnalis takut menulis sesuatu. Karena ada ancaman-ancaman bagi kami jurnalis, dan itu tidak diselesaikan dengan serius,” ujarnya.

Ireeuw sangat berharap DRP Papua mengawal dan mendorong pengungkapan kasus pelemparan bom molotov ke Kantor Redaksi Jubi.

“Sehingga hari ini kami datang kesini ke kantor bapak/ibu sebagai wakil rakyat untuk membantu kami. Yah, kerja jurnalis untuk membantu pembangunan di Tanah Papua, dari sisi pemberitaan dan informasi. Dan kami sangat mengharapkan sekali dukungan dari bapak dewan sekalian bagaimana membantu mendorong kasus ini benar-benar terungkap,” katanya.

Perhatian serius DPR Papua

Anggota koalisi, Karolina Onim dari KPKC GKI di Tanah Papua berharap pihak DPR Papua bisa mendorong pengungkapan kasus teror bom molotov Jubi. Ia juga berharap DPR Papua membuat rekomendasi khusus yang disampaikan bagi pihak kepolisian untuk mengungkap kasus ini.

Onim mengatakan kerja-kerja jurnalis sangat membutuhkan perlindungan. “Bisa membuat rekomendasi, supaya kasus ini bisa diselesaikan. Bisa melindungi kerja jurnalis, supaya mereka tidak diancam. Saya berharap perhatian serius dari DPR Papua. Kita lebih memperhatikan kasus,” ujarnya.

Anggota koalisi lainnya, Kamus Bayage dari Universitas Cenderawasih mengatakan kasus pelemparan bom molotov harus segera diungkap pihak kepolisian. Bayage khawatir kasus serupa bisa terjadi apabila pihak kepolisian tidak mengungkapnya.
Bayage mengatakan tim koalisi membutuhkan dukungan dari DPR Papua.

“Koalisi membutuhkan dukungan dari DPRD Papua. Kami berharap sekali persoalan bisa diungkap. Pelaku bisa ditangkap dan diadili, kalau dibiarkan bisa terjadi di mana saja. dituntaskan, akan menjadi hal biasa jika terjadi teror-teror lain,” katanya.

Anggota Komisi I Bidang Pemerintahan, Hukum dan HAM DPRP Papua, Benhur Yudha Wally mengatakan pihaknya menaruh perhatian serius atas kasus bom molotov Jubi tersebut.
Wally mengatakan pihaknya sesegera mungkin akan menindaklanjuti kasus tersebut dengan memanggil pihak Kodam XVII/Cenderawasih dan Polda Papua.

Wally juga mengatakan DPR Papua mendukung kerja tim koalisi. Kasus pelemparan bom molotov ke Kantor Redaksi Jubi harus segera diungkap, ujarnya.

“Kita takut nanti pimpinan kodam atau polda ganti, nanti pimpinan baru alasan lain lagi. Ini [kasus] penting. Kita mendukung tim koalisi ini,” ujarnya. (***)

Admin Redaksi